Bahasa Palembang mempunyai dua tingkatan, yaitu Baso Pelembang Alus atau Bebaso dan Baso Pelembang Sari-sari. Baso Pelembang Alus dipergunakan dalam percakapan dengan pemuka masyarakat, orang-orang tua, atau orang-orang yang dihormati, terutama dalam upacara-upacara adat. Bahasa ini berakar pada bahasa Jawa karena raja-raja Palembang berasal dari Kerajaan Majapahit, Kerajaan Demak, dan Kerajaan Pajang. Itulah sebabnya perbendaharaan kata Baso Pelembang Alus banyak persamaannya dengan perbendaharaan kata dalam bahasa Jawa.
Sementara itu, Baso sehari-hari dipergunakan oleh wong Palembang dan berakar pada bahasa Melayu. Dalam praktiknya sehari-hari, orang Palembang biasanya mencampurkan bahasa ini dan Bahasa Indonesia (pemilihan kata berdasarkan kondisi dan koherensi) sehingga penggunaan bahasa Palembang menjadi suatu seni tersendiri.
Bahasa Palembang memiliki kemiripan dengan bahasa daerah provinsi di sekitarnya, seperti Jambi, Bengkulu bahkan Jawa (dengan intonasi berbeda). Di Jambi dan Bengkulu, akhiran 'a' pada kosakata bahasa Indonesia yang diubah menjadi 'o' banyak ditemukan.
Seni
Sejarah tua Palembang serta masuknya para pendatang dari wilayah lain, telah menjadikan kota ini sebagai kota multi-budaya. Sempat kehilangan fungsi sebagai pelabuhan besar, penduduk kota ini lalu mengadopsi budaya Melayu pesisir, kemudian Jawa. Sampai sekarang pun hal ini bisa dilihat dalam budayanya. Salah satunya adalah bahasa. Kata-kata seperti "lawang (pintu)", "gedang (pisang)", adalah salah satu contohnya. Gelar kebangsawanan pun bernuansa Jawa, seperti Raden Mas/Ayu. Makam-makam peninggalan masa Islam pun tidak berbeda bentuk dan coraknya dengan makam-makam Islam di Jawa.
Kesenian yang terdapat di Palembang antara lain:
Kesenian Dul Muluk (pentas drama tradisional khas Palembang)
Tari-tarian seperti Gending Sriwijaya yang diadakan sebagai penyambutan kepada tamu-tamu dan tari Tanggai yang diperagakan dalam resepsi pernikahan
Lagu Daerah seperti Melati Karangan, Dek Sangke, Cuk Mak Ilang, Dirut dan Ribang Kemambang
Rumah Adat Palembang adalah Rumah Limas dan Rumah Rakit
Selain itu Kota Palembang menyimpan salah satu jenis tekstil terbaik di dunia yaitu kain songket. Kain songket Palembang merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan di antara keluarga kain tenun tangan kain ini sering disebut sebagai Ratunya Kain.
Hingga saat ini kain songket masih dibuat dengan cara ditenun secara manual dan menggunakan alat tenun tradisional. Sejak zaman dahulu kain songket telah digunakan sebagai pakaian adat kerajaan. Warna yang lazim digunakan kain songket adalah warna emas dan merah. Kedua warna ini melambangkan zaman keemasan Kerajaan Sriwijaya dan pengaruh China di masa lampau. Material yang dipakai untuk menghasilkan warna emas ini adalah benang emas yang didatangkan langsung dari China, Jepang dan Thailand. Benang emas inilah yang membuat harga kain songket melambung tinggi dan menjadikannya sebagai salah satu tekstil terbaik di dunia.
Selain kain songket, saat ini masyarakat Palembang tengah giat mengembangkan jenis tekstil baru yang disebut batik Palembang. Berbeda dengan batik Jawa, batik Palembang nampak lebih ceria karena menggunakan warna - warna terang dan masih mempertahankan motif - motif tradisional setempat.
Kota Palembang juga selalu mengadakan berbagai festival setiap tahunnya antara lain "Festival Sriwijaya" setiap bulan Juni dalam rangka memperingati Hari Jadi Kota Palembang, Festival Bidar dan Perahu Hias merayakan Hari Kemerdekaan, serta berbagai festival memperingati Tahun Baru Hijriah, Bulan Ramadhan dan Tahun Baru Masehi.
Perkawinan

Melihat adat perkawinan Palembang, jelas terlihat bahwa busana dan ritual adatnya mewariskan keagungan
serta kejayaan raja-raja dinasti Sriwijaya yang mengalaimi keemasan berpengaruh di Semananjung Melayu berabad silam. Pada zaman kesultanan Palembang berdiri sekitar abad 16 lama berselang setelah runtuhnya dinasti Sriwijaya, dan pasca Kesultanan pada dasarnya perkawinan ditentukan oleh keluarga besar dengan pertimbangan bobot, bibit dan bebet.
Pada masa sekarang ini perkawinan banyak ditentukan oleh kedua pasang calon mempelai pengantin itu sendiri.
Sementara itu, Baso sehari-hari dipergunakan oleh wong Palembang dan berakar pada bahasa Melayu. Dalam praktiknya sehari-hari, orang Palembang biasanya mencampurkan bahasa ini dan Bahasa Indonesia (pemilihan kata berdasarkan kondisi dan koherensi) sehingga penggunaan bahasa Palembang menjadi suatu seni tersendiri.
Bahasa Palembang memiliki kemiripan dengan bahasa daerah provinsi di sekitarnya, seperti Jambi, Bengkulu bahkan Jawa (dengan intonasi berbeda). Di Jambi dan Bengkulu, akhiran 'a' pada kosakata bahasa Indonesia yang diubah menjadi 'o' banyak ditemukan.
Seni
Sejarah tua Palembang serta masuknya para pendatang dari wilayah lain, telah menjadikan kota ini sebagai kota multi-budaya. Sempat kehilangan fungsi sebagai pelabuhan besar, penduduk kota ini lalu mengadopsi budaya Melayu pesisir, kemudian Jawa. Sampai sekarang pun hal ini bisa dilihat dalam budayanya. Salah satunya adalah bahasa. Kata-kata seperti "lawang (pintu)", "gedang (pisang)", adalah salah satu contohnya. Gelar kebangsawanan pun bernuansa Jawa, seperti Raden Mas/Ayu. Makam-makam peninggalan masa Islam pun tidak berbeda bentuk dan coraknya dengan makam-makam Islam di Jawa.
Kesenian yang terdapat di Palembang antara lain:
Kesenian Dul Muluk (pentas drama tradisional khas Palembang)
Tari-tarian seperti Gending Sriwijaya yang diadakan sebagai penyambutan kepada tamu-tamu dan tari Tanggai yang diperagakan dalam resepsi pernikahan
Lagu Daerah seperti Melati Karangan, Dek Sangke, Cuk Mak Ilang, Dirut dan Ribang Kemambang
Rumah Adat Palembang adalah Rumah Limas dan Rumah Rakit
Selain itu Kota Palembang menyimpan salah satu jenis tekstil terbaik di dunia yaitu kain songket. Kain songket Palembang merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan di antara keluarga kain tenun tangan kain ini sering disebut sebagai Ratunya Kain.
Hingga saat ini kain songket masih dibuat dengan cara ditenun secara manual dan menggunakan alat tenun tradisional. Sejak zaman dahulu kain songket telah digunakan sebagai pakaian adat kerajaan. Warna yang lazim digunakan kain songket adalah warna emas dan merah. Kedua warna ini melambangkan zaman keemasan Kerajaan Sriwijaya dan pengaruh China di masa lampau. Material yang dipakai untuk menghasilkan warna emas ini adalah benang emas yang didatangkan langsung dari China, Jepang dan Thailand. Benang emas inilah yang membuat harga kain songket melambung tinggi dan menjadikannya sebagai salah satu tekstil terbaik di dunia.
Selain kain songket, saat ini masyarakat Palembang tengah giat mengembangkan jenis tekstil baru yang disebut batik Palembang. Berbeda dengan batik Jawa, batik Palembang nampak lebih ceria karena menggunakan warna - warna terang dan masih mempertahankan motif - motif tradisional setempat.
Kota Palembang juga selalu mengadakan berbagai festival setiap tahunnya antara lain "Festival Sriwijaya" setiap bulan Juni dalam rangka memperingati Hari Jadi Kota Palembang, Festival Bidar dan Perahu Hias merayakan Hari Kemerdekaan, serta berbagai festival memperingati Tahun Baru Hijriah, Bulan Ramadhan dan Tahun Baru Masehi.
Perkawinan

Melihat adat perkawinan Palembang, jelas terlihat bahwa busana dan ritual adatnya mewariskan keagungan
serta kejayaan raja-raja dinasti Sriwijaya yang mengalaimi keemasan berpengaruh di Semananjung Melayu berabad silam. Pada zaman kesultanan Palembang berdiri sekitar abad 16 lama berselang setelah runtuhnya dinasti Sriwijaya, dan pasca Kesultanan pada dasarnya perkawinan ditentukan oleh keluarga besar dengan pertimbangan bobot, bibit dan bebet.
Pada masa sekarang ini perkawinan banyak ditentukan oleh kedua pasang calon mempelai pengantin itu sendiri.
Adat perkawinan Palembang adalah suatu pranata yang
dilaksanakan berdasarkan budaya dan aturan Palembang. Melihat adat perkawinan
Palembang, jelas terlihat bahwa busana dan ritual adatnya mewariskan keagungan
serta kejayaan raja-raja dinasti Sriwijaya yang mengalaimi keemasan berpengaruh
di Semananjung Melayu berabad silam. Pada zaman kesultanan Palembang berdiri
sekitar abad 16 lama berselang setelah runtuhnya dinasti Sriwijaya, dan pasca
Kesultanan pada dasarnya perkawinan ditentukan oleh keluarga besar dengan
pertimbangan bobot, bibit dan bebet. Pada masa sekarang ini perkawinan banyak
ditentukan oleh kedua pasang calon mempelai pengantin itu sendiri. Untuk
memperkaya pemahaman dan persiapan pernikahan, berikut ini uraian tata cara dan
pranata yang berkaitan dengan perkawinan Palembang.
Milih Calon
Calon dapat diajukan oleh si anak yang akan dikawinkan,
dapat juga diajukan oleh orang tuannya. Bila dicalonkan oleh orang tua, maka
mereka akan menginventariskan dulu siapa-siapa yang akan dicalonkan, anak siapa
dan keturunan dari keluarga siapa.
Madik
Tahap awal yang dilakukan saat memulai rangkaian prosesi
pernikahan Palembang adalah acara madik, yang berarti mendekati atau
pendekatan. Ini semacam proses penyelidikan keberadaan sang gadis oleh utusan
keluarga pihak pria. Tujuannya untuk mengetahui asal-usul, silsilah keluarga,
sekaligus mencari tahu apakah gadis itu sudah ada yang punya atau belum.
Menyengguk
Tahap menyengguk dilakukan bila proses madik telah
terlaksana, yang artinya memasang “pagar”. Tujuannya agar gadis itu tidak dapat
diganggu oleh senggung (arti kiasan, berarti sejenis hewan musang), yang arti
sesungguhnya tidak diganggu oleh pria lain. Acara ini untuk menunjukkan
keseriusan calon pengantin pria (CPP).
Keluarga pria datang mengirimkan utusan ke rumah sang gadis
sambil membawa tenong/sangkek yaitu anyaman bambu berbentuk bulat atau persegi
empat yang dibungkus dengan kain batik bersulam benang emas. Tenong diisi
dengan aneka bahan makanan seperti telor, terigu, mentega, yang disesuaikan dengan
keadaan keluarga sang gadis.
Ngebet
Bila proses sengguk telah mencapai sasaran, maka kembali
keluarga dari pihak pria berkunjung dengan membawa tenong sebanyak 3 buah,
masing-masing berisi terigu, gula pasir dan telur itik. Pertemuan ini sebagai tanda
bahwa kedua belah pihak keluarga telah “nemuke kato” serta sepakat bahwa gadis
telah ‘diikat’ oleh pihak pria. sebagai tanda ikatan, utusan pria memberikan
bingkisan pada pihak wanita berupa kain, bahan busana, ataupun benda berharga
berupa sebentuk cincin, kalung, atau gelang tangan.
Berasan
Berasal dari bahasa Melayu artinya bermusyawarah, yaitu
bermusyawarah untuk menyatukan dua keluarga menjadi satu keluarga besar.
Pertemuan antara dua pihak keluarga ini dimaksudkan untuk menentukan apa yang
diminta oleh pihak si gadis dan apa yang akan diberikan oleh pihak pria. Pada
kesempatan itu, si gadis berkesempatan diperkenalkan kepada pihak keluarga
pria. Biasanya suasana berasan ini penuh dengan pantun dan basa basi. Setelah
jamuan makan, kedua belah pihak keluarga telah bersepakat tentang segala
persyaratan perkawinan baik tata cara adat maupun tata cara agama Islam. Pada
kesempatan itu pula ditetapkankapan hari berlangsungnya acara “mutuske kato”.
Dalam tradisi adat Palembang dikenal beberapa persyaratan dan tata cara
pelaksanaan perkawinan yang harus disepakati oleh kedua belah pihak keluarga,
baik secara syariat agama Islam, maupun menurut adat istiadat. Menurut syariat
agama Islam, kedua belah pihak sepakat tentang jumlah mahar atau mas kawin,
Sementara menurut adat istiadat, kedua pihak akan menyepakati adat apa yang
akan dilaksanakan, apakah adat Berangkat Tigo Turun, adat Berangkat duo
Penyeneng, adat Berangkat Adat Mudo, adat Tebas, ataukah adat Buntel Kadut,
dimana masing-masing memiliki perlengkapan dan persyaratan tersendiri.
Mutuske kato/mutus rasan
Keluarga CPP datang membawa tujuh buah tenong berisi gula
pasir, terigu, telor itik, pisang dan buah-buahan ke rumah CPW, dan menyerahkan
persyaratan adat yang disepakati saat acara berasan. Acara diakhiri dengan doa
memohon keselamatan. Lalu CPW melakukan sungkem pada calon mertua. Biasanya
calon mertua akan memberikan perhiasan emas kepada calon menantunya. Sebagai
balasan, saat rombongan CPP pulang, tujuh tenong yang dibawa tadi, dibalas oleh
pihak keluarga CPW dengan isian aneka jajanan dan kue.
Nganterke Belanjo
Prosesi nganterke belanjo biasanya dilakukan sebulan atau
setengah bulan bahkan beberapa hari sebelum acara Munggah. Prosesi ini lebih
banyak dilakuakn oleh kaum wanita, sedangkan kaum pria hanya mengiringi saja.
Uang belanja (duit belanjo) dimasukan dalam ponjen warna kuning dengan atribut
pengiringnya berbentuk manggis. Hantaran dari pihak calon mempelai pria ini
juga dilengkapi dengan nampan-nampan paling sedikit 12 buah berisi aneka
keperluan pesta, antara lain berupa terigu, gula, buah-buahan kaleng, hingga
kue-kue dan jajanan. Lebih dari itu diantar pula’enjukan’ atau permintaan yang
telah ditetapkan saat mutuske kato, yakni berupa salah satu syarat adat
pelaksanaan perkawinan sesuai kesepakatan. Bentuk gegawaan yang juga disebut
masyarakat Palembang ‘adat ngelamar’ dari pihak pria (sesuai dengan
kesepakatan) kepada pihak wanita berupa sebuah ponjen warna kuning berisi duit
belanjo yang dilentakan dalam nampan, sebuah ponjen warna kuning berukuran
lebih kecil berisi uang pengiring duit belanjo, 14 ponjen warna kuning kecil
diisi koin-koin logam sebagai pengiring duit belanjo, selembar selendang
songket, baju kurung songket, sebuah ponjen warna kuning berisi uang’timbang
pengantin’ 12 nampan berisi aneka macam barang keperluan pesta, serta kembang
setandan yang ditutup kain sulam berenda.
Persiapan Menjelang Akad Nikah
Ada beberapa ritual yang biasanya dilakukan terhadap calon
pengantin wanita yang biasanya dipercaya berkhasiat untuk kesehatan kecantikan,
yaitu betangas. Betangas adalah mandi uap, kemudian Bebedak setelah betangas,
dan berpacar (berinai) yang diberikan pada seluruh kuku kaki dan tangan dan
juga telapak tangan dan kaki yang disebut pelipit.
Upacara akad nikah
Sesuai tradisi, bila akad nikah berlangsung sebelum acara
munggah maka terlebih dahulu utusan CPW akan melakukan acara nganterke keris ke
rumah CPP.
Ngocek Bawang
Ngocek Bawang diistilahkan untuk melakukan persiapan awal
dalam menghadapi hari munggah. Pemasangan tapup, persiapan bumbu-bumbu masak
dan lain sebagainya disiapkan pada hari ini. Ngocek bawang kecik ini dilakukan
dua hari sebelum acara munggah.
Selanjutnya pada esok harinya sehari sebelum munggah,
dilakukan acara ngocek bawang besak. Seluruh persiapan berat dan perapian
segala persiapan yang belum selesai dikerjakan pada waktu ini. Daging, ayam dan
lain sebagainya disiapkan saat munggah, mengundang (ngulemi) ke rumah besannya,
dan si pihak yang di ulemi pada masa ngocek bawang wajib datang, biasannya pada
masa ini diutus dua oarang yaitu wanita dan pria.
Munggah
Tahap ini disebut juga acara puncak. Acara dimulai dengan
kedatangan rombongan keluarga pengantin pria sambil membawa sejumlah barang
antaran, 12 macam, yang berisi tiga set kain songket, kain batik Palembang,
kain jumputan, kosmetik, buahbuahan, hasil bumi, aneka kue, uang dan perhiasan
sambil diiringi dengan bunyi rebana.
Setibanya di rumah pengantin wanita, ibu pengantin wanita
membalutkan selembar kain songket motif lepus ke punggung pengantin pria lalu
menariknya menuju kamar pengantin wanita, disebut acara gendong anak mantu.
Sesampainya di depan pintu kamar, dilakukan acara ketok pintu dengan didampingi
utusan yang dituakan, disebut tumbu jero. Setelah pintu dibuka, pengantin pria
membuka kain selubung yang menutupi wajah istrinya yang disebut acara buka
langse.
Lalu dilakukan acara suapan dimana orangtua pengantin wanita
menyuapi dengan nasi ketan kunyit dan ayam panggang. Kemudian diadakan acara
cacap-cacapan yaitu orangtua pengantin pria mencacap/mengusap ubun-ubun kedua
pengantin
dengan air kembang setaman sebagai tanda pemberian nafkah
terakhir. Setelah itu acara sirih panyapo dimana pengantin wanita memberikan
sirih pada suaminya sebagai perlambang dalam hidup keluarga mereka akan saling
memberi dan menerima. Terakhir, diadakan upacara timbang adat yaitu topi
pengantin pria ditimbang sebagai simbol bahwa mereka akan seia sekata menjalani
kehidupan perkawinan.
Nyanjoi
Nyanjoi dilakukan disaat malam sesudah munggah dan sesudah
nyemputi. Biasannya nyanjoi dilakukan dua kali, yaitu malam pertama yang datang
nyanjoi rombongan muda-mudi, malam kedua orang tua-tua. Demikian juga pada masa
sesudah nyemputi oleh pihak besan lelaki.
Nyemputi
Dua hari sesudah munggah biasannya dilakukan acara nyemputi.
Pihak pengantin lelaki datang dengan rombongan menjemputi pengantin untuk
berkunjung ketempat mereka, sedangkan dari pihak wanita sudah siap rombongan
untuk nganter ke pengantin. Pada masa nyemputi penganten ini di rumah pengantin
lelaki sudah disiapkanacara keramaian (perayaan). Perayaan yang dilakukan untuk
wanita-wanita pengantin ini baru dilakukan pada tahun 1960-an, sedangkan sebelumnya
tidak ada.
Ngater Penganten
Pada masa nganter penganten oleh pihak besan lelaki ini, di
rumah besan wanita sudah disiapkan acara mandi simburan. Mandi simburan ini
dilakukan untuk menyambut malam perkenalan antara pengantin lelaki dengan
pengantin wanita. Malam perkenalan ini merupakan selesainya tugas dari tunggu
jeru yaitu wanita yang ditugaskan untuk mengatur dan memberikan petunjuk cara
melaksanakan acara demi acara disaat pelaksanaan perkawinan. Wanita tunggu jeru
ini dapat berfunsi sebagai penanggal atau penjaga keselamatan berlangsungnya
selauruh acara perkawinan yang kemungkinan akan ada gangguan dari orang yang
tak senang.
Dalam upacara perkawinan adat Palembang, peran kaum wanita
sangat dominan, karena hampirseluruh kegiatan acara demi acara diatur dan
dilaksanakan oleh mereka. Pihak lelaki hanya menyiapkan “ponjen uang”. Acara
yang dilaksanakan oleh pihak lelaki hanya cara perkawinan dan acara beratib
yaitu acara syukuran disaat seluruh upacara perkawinan sudah diselesaikan.
Ritual Adat Palembang
Reviewed by Zroodz
on
November 07, 2017
Rating:
Tidak ada komentar: